Jumat, 28 November 2008

Legal Standing & Class Action

Panduan Tentang Class Action, Legal Standing, Pra Peradilan
dan Judicial Review

Meningkatkan Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi Melalui
CLASS ACTION, LEGAL STANDING, PRA PERADILAN,
DAN JUDICIAL REVIEW


Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action)
Definisi Class Action


PERMA No 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action)
sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan , dimana satu orang atau lebih yang
mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus
mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak , yang memiliki kesamaan
fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota
kelompoknya.

Unsur-Unsur Class Action
a. gugatan secara perdata
gugatan dalam class action masuk dalam lapangan hukum perdata. Istilah
gugatan dikenal dalam hukum acara perdata sebagai suatu tindakan yang
bertujuan untuk memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan
untuk menghindari adanya upaya main hakim sendiri (eigenechting) . Gugatan
yang merupakan bentuk tuntutan hak yang mengandung sengketa, pihak-pihaknya
adalah pengugat dan tergugat Pihak disini dapat berupa orang perseorangan
maupun badan hukum. Umumnya tuntutan dalam gugatan perdata adalah ganti rugi
berupa uang.

b. Wakil Kelompok (Class Representatif)
Adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan
sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. Untuk menjadi
wakil kelompok tidak disyaratkan adanya suatu surat kuasa khusus dari
anggota Kelompok. Saat gugatan class action diajukan ke pengadilan maka
kedudukan dari wakil Kelompok sebagai penggugat aktif.

Anggota Kelompok (Class members)
Adalah sekelompok orang dalam jumlah yang banyak yang menderita kerugian
yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan. Apabila
class action diajukan ke pengadilan maka kedudukan dari anggota kelompok
adalah sebagai penggugat pasif.

Adanya Kerugian yang nyata-nyata diderita
Untuk dapat mengajukan class action Baik pihak wakil kelompok (class
repesentatif ) maupun anggota kelompok (class members) harus benar-benar
atau secara nyata mengalami kerugian atau diistilahkan concrete injured
parties. Pihak-pihak yang tidak mengalami kerugian secara nyata tidak dapat
memiliki kewenangan untuk mengajukan Class Action.

Kesamaan peristiwa atau fakta dan dasar hukum
Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question of
law) antara pihak yang mewakilili (class representative) dan pihak yang
diwakili (class members). Wakil Kelompok dituntut untuk menjelaskan adanya
kesamaan ini. Namun bukan berarti tidak diperkenankan adanya perbedaan, hal
ini masih dapat diterima sepanjang perbedaan yang subtansial atau prinsip.

Manfaat Class Action
- Proses berperkara menjadi sangat ekonomis (Judicial Economy)
- Mencegah pengulangan proses perkara dan mencegah putusan-putusan yang
berbeda atau putusan yang tidak konsisten
- Akses terhadap Keadilan (Access to Justice)
- Mendorong Bersikap Hati-Hati (Behaviour Modification) dan merubah sikap
pelaku pelanggaran.

Persyaratan mengajukan Class Action
- jumlah anggota kelompok yang besar (Numerousity)
- Jumlah anggota kelompok (class members) harus sedemikan besar sehingga
tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-diri
(individual) .

adanya kesamaan fakta dan dasar hukum (Commonality)
Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question of
law) antara pihak yang mewakilili (class representative) dan pihak yang
diwakili (class members). Wakil Kelompok ditubtut untuk menjelaskan adanya
kesamaan ini. Namun bukan berarti tidak diperkenankan adanya perbedaan, hal
ini masih dapat diterima sepanjang perbedaan yang subtansial atau prinsip.

Tuntutan sejenis (Typicality)
Tuntutan (bagi plaintif Class Action) maupun pembelaan (bagi defedant Class
Action ) dari seluruh anggota yang diwakili (class members) haruslah
sejenis. Pada umumnya dalam class action, jenis tuntutan yang dituntut
aaalah pembayaran ganti kerugian.

Kelayakan wakil kelompok (Adequacy of Repesentation)
Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi
kepentingan anggota kelompok yang diwakili. Untuk menentukan apakah wakil
kelompok memiliki kriteria Adequacy of Repesentation tidakalah mudah, hal
ini sangat tergantung dari penilaian hakim. Untuk mewakili kepentingan hukum
anggota kelompok, wakil kelompok tidak diperyaratkan memperoleh surat kuasa
khusus dari anggota kelompok

Class Action Dalam Aturan Hukum Indonesia
1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam pasal 37 ayat 1 berbunyi :
"Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau
melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang
merugikan perikehidupan masyarakat".

2. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 46 ayat 1 huruf b berbunyi :
"Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh kelompok
konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama"

3. UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
Pasal 38 ayat 1
Masyarakat yang dirugikan akibat pekerjaan konstruksi berhak mengajukan
gugatan ke pengadilan secara :
a. orang peroranagan
b. Kelompok orang dengan pemberi kuasa
c. Kelompok orang dengan tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan

4.UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Pasal 71 ayat 1 berbunyi
"Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau
melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan
kehidupan masyarakat"

5. PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok
Pembahasan mengenai prosedur atau tata cara gugatan perwakilan kelompok
(Class Action) yang diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 secara garis besar
terdiri dari ketentuan umum, tata cara dan persyaratan gugatan perwakilan
kelompok, pemberitahuan, pernyataan keluar, putusan dan ketentuan umum.

Tahap-tahap class action
- Pengajuan gugatan
- Sebelum proses pemeriksaan perkara
- Saat proses pemeriksaan perkara
- Putusan Hakim
- Distribusi kerugian
- Pengajuan surat gugatan Class Action
Selain harus memenuhi persyaratan- persyaratan formal surat gugatan yang
diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku seperti mencantumkan identitas
dari pada para pihak, dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar serta alasan-alasan dari pada tuntutan (fundamentum petendi)
dan tuntutan. Surat gugatan perwakilan kelompok (class action ) harus memuat
hal-hal sebagai berikut:
- Identitis lengkap dan jelas wakil kelompok
- Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan
nama anggota kelompok satu persatu
- Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan
kewajiban melakukan pemberitahuan
- Posita dari seluruh kelompok yang dikemukakan secra jelas dan terperinci
- Tuntutan atau petitum tentang Ganti Rugi harus dikemukaakn secra jelas dan
rinci memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti
kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok.

Sebelum proses pemeriksaan perkara
Hakim memeriksa dan mempertimbangakan kriteria gugatan Class Action.
Apabila hakim memutuskan bahwa penggunaan tatacara gugatan perwakilan
kelompok dinyatakan tidak sah maka pemeriksaan gugatan dihentikan dengan
suatu putusan hakim.

Apabila hakim menyatakan sah maka gugatan Class Action tersebut dituangkan
dalam penetapan pengadilan kemudian hakim memerintahkan penggugat mengajukan
usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan hakim.
setelah model pemberitahuaan memperoleh persetujuan hakim pihak penggugat
melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok sesuai dengan jangka waktu
yang ditentukan oleh hakim.

Saat proses pemeriksaan perkara
Proses pemeriksaan sama seperti dalam perkara perdata pada umumnya yaitu :
- Pembacaan surat gugatan oleh penggugat
- Jawaban dari tergugat
- Replik(tangkisan Penggugat atas jawaban yang telah disamapaikan oleh
Tergugat)
- Duplik(jawaban Tergugat atas tanggapan penggugat dalam replik)
- Pembuktian
Untuk memberikan kepastian kepada hakim tentang apa yang telah didalilkan
oleh para pihak, maka kedua belah pihak menyampaikan bukti-bukti dan
saksi-saksi
- Kesimpulan
merupakan resume dan secara serentak dibacakan oleh kedua belah pihak

Putusan hakim
Putusan hakim dapat berupa dikabulkannya gugatan penggugat atau gugatan
penggugat tidak dapat diterima (ditolak). Terhadap putusan ini pihak yang
dikalahkan dapat mengajukan upaya hukum banding

Apabila hakim mengabulkan gugatan Ganti rugi penggugat maka hakim juga
memutuskan jumlah ganti rugi , penentuan kelompok dan/atau sub kelompok
yangh berhak , mekanisme pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah yang
wajib ditempuh oleh wakil kelimpok dalam penetapan dan pendistribusian
seperti halnya kewajibnan kelompok.

Pemberitahuan (Notifikasi)
Pemberitahuan kepada anggota kelompok adalah mekanisme yang diperlukan untuk
memberikan kesempatan bagi anggota kelompok untuk menentukan apakah mereka
menginginkan untuk ikut serta dan terikat dengan putusan dalam perkara
tersebut atau tidak menginginkan yaitu dengan cara menyatakan keluar (opt
out) dari keanggotaan kelompok.

Pemberitahuan wajib dilakukan oleh penggugat atau para penggugat sebagai
wakil kelompok kepada anggota kelompok pada tahap-tahap:
Segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan
kelompok dinyatakan sah (pada tahap ini harus juga memuat mekanisme
pernyataan keluar)
Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti kerugian ketika gugatan
dikabulkan

Perkembangan Class Action Di Indonesia
Perkembangan class action di Indonesia dibagi menjadi 2 periode:
- Sebelum adanya pengakuan class action
- Setelah adanya pengakuan class action

Yang menjadi tolak ukur dari pengakuan class action adalah dengan
dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sebelum adanya pengakuan class action
- Kasus RO Tambunan Vs Bentoel Remaja, Perusahaan Iklan, dan Radio Swasta
Niaga Prambors (1987)
- Kasus Muchtar Pakpahan Vs Gubernur DKI Jakarta & Kakanwil Kesehatan DKI
tahun 1988 (kasus Endemi demam Berdarah) di PN Jakarta Pusat
- Kasus YLKI Vs PT. PLN Persero (Perkara no. 134/PDT.G./PN. Jkt. Sel). Kasus
pemadaman listrik se-Jawa Bali tanggal 13 April 1997) pada tahun 1997 di PN
Jakarta Selatan

Setelah adanya pengakuan class action
- Gugatan 27 nelayan mewakili 1145 kepala keluarga VS 3 perusahaan badan
hukum di Metro Lampung ( perkara No. 134/PDT.G/1997/ PN. Jkt Sel)
- Gugatan Yulia Erika Sipayung mwewakili 1.016.929 penduduk kabupaten Tuban
Vs Komisi A DPRD Tuban (Perkara No. 55/PDT.G/200/ PN. Tuban)
- Gugatan yayasan LBH Riau (Firdaus Basyir) Vs 4 Perusahaan Perkebunan di
Riau ( kasus asap akibat kebakaran hutan dan lahan) (No.
32/PDT/G/200/ PN/PBR).
- Gugatan 139 penarik becak mewakili juga 5000 orang penarik becak di
Jakarata Vs Pemerintahan RI cq. Menteri Dalam Negericq. Kepala Daerah Khusus
Ibukota Jakarta (Perkara No. 50/PDT.G/2000/ PN.JKT.PST)
- Gugatan 37 warga Deli Serdang Vs DPRD Kabupaten Deli Serdang dan Bupati
Deli Serdang (Perkara No. 134/PDT.G/2001/ PN.LP)
- Gugatan Ali Sugondo Cs (10 orang) mewakili 34 juta penduduk Jawa Timur Vs
18 Anggota Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur (kasus perjalanan studi banding
para anggota DPRD Jawea Timur) (perkara No. 593/Pdt.G/2000/ PN.SBY).
- Gugatan Didik Hadiyanto cs Vs Saleh Ismailo Iskandar SH (anggota DPRD Jawa
Timur) dalkanm kasus "Pernyataan Surabaya Kota Pelacur, Kota Sampah, dan
Kota Banjir" (perkara No. 210/pdt.G/2001/ PN. SBY).
- Gugatan class action Perwakilan korban kecelakaan kereta api di Brebes Vs
PT. Kereta Api Indonesia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 13 Mei 2002

- Gugatan SPI (Serikat Pengacara Indonesia) Vs. Ketua Badan Pengawas
Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Bambang Sungkono sebagai tergugat I, 14
orang anggota Komisi D DPRD DKI sebagai tergugat II, Kepala Dinas Tata Kota
DKI Ahmadin Ahmad sebagai tergugat III dan PT pembangunan Jaya Ancol (PT
PJA) sebagai tergugat IV. Di PN Jakarta Pusat pada bulan Mei 2001
- Gugatan 9 konsumen (class representatif) gas elpiji sebagai perwakilan
konsumen elpiji se-Jabotabek (class members) Vs Pertamina atas kenaikan
harga gas elpiji di PN Jakarta Pusat bulan Oktober 2001
- Gugatan pengungsi Timor-Timur Vs Pemerintah RI di PN Jakarta Pusat bulan
November 2001
- Gugatan pedagang kaki lima (PKL) yang menjadi korban gusuruan di Karang
Anyer Jakarta Pusat Vs Gubernur DKI Jakarta , di PN Jakarta Pusat tahun 2001
.
- Gugatan 15 warga DKI Jakarta Vs Presiden Megawati Soekarnoputri, Gubernur
DKI Jakarta Sutiyoso dan Gubernur Jabar R Nuriana atas peristiwa banjir yang
terjadi pada akhir Januari hingga awal Februari 2002 ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat pada tanggal 13 Maret 2002.

2 komentar:

David Pangemanan mengatakan...

MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675

David Pangemanan mengatakan...

MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675